(PART
1)
Hujan,
Begadang, Almamater dan sandal
Pagi
yag mendung diselimuti hujan yang rintik-rintik. Paling enak buat tidur sambil
selimutan sampai punggung.
Tapi apalah daya, tak ada alasan lain untuk mundur. Pembekalan KKN sudah di depan mata. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, yang artinya Pembekalan akan dimulai satu setengah jam lagi. Dengan berat hati kuambil handuk dan segera menuju kamar mandi.
Tapi apalah daya, tak ada alasan lain untuk mundur. Pembekalan KKN sudah di depan mata. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, yang artinya Pembekalan akan dimulai satu setengah jam lagi. Dengan berat hati kuambil handuk dan segera menuju kamar mandi.
Hujan
di luar masih tak peduli. Rintiknya makin menambah perih hati. Eits ini masih
pagi, nggak ada alasan yang bisa mendukung kegalauan hati ini, akibat di
tinggal si doi pulang untuk menyelesaikan skripsi.
Mata
rasanya masih sulit diajak kompromi akibat begadang semalam. Semalam hampir
tidak tidur hingga pukul dua dini hari. Semalaman sibuk ngetik. Bukan tugas
atau proposal. Melainkan chattingan via Whatsapp sama anak TI. Rekor begadang
sepagi itu sepanjang semester 6 ini. Efeknya cukup terasa, kepala pusing, mual
dan ngantuk berat. Akibatnya seperti orang mabuk, penuh ketidakjelasan.
Bahkan
bisa-bisanya di pembekalan sesakral ini lupa memakai sepatu dan almamater.
Padahal jelas-jelas pembekalan dilakukan di universitas. Semenjak di jalan
feeling sudah tidak enak. Mulai negatif thinking. Puncaknya saat memasuki
parkiran Fakultas Ekonomi, segerombolan orang berpakaian resmi memenuhi
fakultas tersebut. Badan rasanya panas dingin seperti akan dieksekusi mati.
Ambil
handphone chat semua orang yang bisa dipinjami sepatu dan almamater tapi
hasilnya nihil. Mencoba minta tolong dengan teman sekelompok, namun hasilnya
tetap nihil. Akhirnya PD aja masuk ke ruangan bersama si ketua yang bikin begadang
semalaman dan membuat otak kosong setelah bangun. Sial semua berpakain rapi dan
beralmamater. Atas nama sopan santun tidak ada orang yang menggunakan sandal
ketika masuk kampus. Dan aku jadi spesies yang paling berbeda diantara semua
orang itu. Syukurlah si Bapak DPL yang baik hati belum datang menuju lokasi,
masih bisa nyiapin alibi untuk pergi dan menyelamatkan diri. Namun sial, hati
ini sungguh tak tenang, apalagi saat DPL kelompok sebelah mengabsen satu
persatu manusia yang ada di ruangan, bertanya tanpa banyak cincong pada satu
manusia yang tidak menggunakan almamater. Dalam hati rasanya nggak karuan,
pengen muntah dan pingsan. Apalagi pas berangkat lupa sarapan dan malah
kehujanan.
Sebersit
ide muncul di otak, salah satu anggota KKN ada yang tidak datang, dia anak
ketintang, kenapa tidak aku pinjam saja ke dia. Masalah lain muncul, siapa yang
bakalan nganter ke kosnya dia. Langsung saja chat ketua, dengan bahasa yang iba
memohon bala bantuan. Sejurus kemudian chat di respon, syukur responnya sesuai
harapan. Toleh kiri agak menengok kebelakang, cari arah pandangnya dan mulai,
ayo kita kabur sebentar.
Tanpa
peduli dengan spesies lain yang ada di ruangan, kabur saja untuk meminjam
almamater pada dia. Meskipun anggota sekelompok mulai heboh melihat sang ketua
aku boikot begitu saja, meninggalkan mereka tanpa pesan babibu. Peduli amat
langsung saja kita keluar ruangan. Sialnya sandal yang aku pakai terlalu besar
untuk ukuran kakiku yang mungil. Secepat apapun berjalan tak akan bisa menyamai
langkah si ketua. Entah apa yang dia pikirkan. Raut wajahnya tak terbaca, namun
sepertinya dia jengkel. Dia mulai bahas masalah begadang semalam. Ssst Man
lupakan masalah begadang, sekarang kita mabil almamaternya. Dengan tertatih
menuju parkir tempat motor, satu kali tarikan motor meluncur menuju kos untuk
mengambil almamater. Di perjalanan aku yang gugup mulai gigit jempol tangan,
udara masih dingin, sedingin sikap orang yang lagi boncengin aku. Bodoh amat,
yang jelas almamater sudah di depan mata. Tidak akan ada lagi amarah karena tak
berpakaian resmi. Semoga KKN tak semendebarkan ini
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar