Senin, 10 April 2017

DRAMA KKN 2017



(PART 1)
Hujan, Begadang, Almamater dan sandal
Pagi yag mendung diselimuti hujan yang rintik-rintik. Paling enak buat tidur sambil selimutan sampai punggung.
Tapi apalah daya, tak ada alasan lain untuk mundur. Pembekalan KKN sudah di depan mata. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, yang artinya Pembekalan akan dimulai satu setengah jam lagi. Dengan berat hati kuambil handuk dan segera menuju kamar mandi.
Hujan di luar masih tak peduli. Rintiknya makin menambah perih hati. Eits ini masih pagi, nggak ada alasan yang bisa mendukung kegalauan hati ini, akibat di tinggal si doi pulang untuk menyelesaikan skripsi.
Mata rasanya masih sulit diajak kompromi akibat begadang semalam. Semalam hampir tidak tidur hingga pukul dua dini hari. Semalaman sibuk ngetik. Bukan tugas atau proposal. Melainkan chattingan via Whatsapp sama anak TI. Rekor begadang sepagi itu sepanjang semester 6 ini. Efeknya cukup terasa, kepala pusing, mual dan ngantuk berat. Akibatnya seperti orang mabuk, penuh ketidakjelasan.
Bahkan bisa-bisanya di pembekalan sesakral ini lupa memakai sepatu dan almamater. Padahal jelas-jelas pembekalan dilakukan di universitas. Semenjak di jalan feeling sudah tidak enak. Mulai negatif thinking. Puncaknya saat memasuki parkiran Fakultas Ekonomi, segerombolan orang berpakaian resmi memenuhi fakultas tersebut. Badan rasanya panas dingin seperti akan dieksekusi mati.
Ambil handphone chat semua orang yang bisa dipinjami sepatu dan almamater tapi hasilnya nihil. Mencoba minta tolong dengan teman sekelompok, namun hasilnya tetap nihil. Akhirnya PD aja masuk ke ruangan bersama si ketua yang bikin begadang semalaman dan membuat otak kosong setelah bangun. Sial semua berpakain rapi dan beralmamater. Atas nama sopan santun tidak ada orang yang menggunakan sandal ketika masuk kampus. Dan aku jadi spesies yang paling berbeda diantara semua orang itu. Syukurlah si Bapak DPL yang baik hati belum datang menuju lokasi, masih bisa nyiapin alibi untuk pergi dan menyelamatkan diri. Namun sial, hati ini sungguh tak tenang, apalagi saat DPL kelompok sebelah mengabsen satu persatu manusia yang ada di ruangan, bertanya tanpa banyak cincong pada satu manusia yang tidak menggunakan almamater. Dalam hati rasanya nggak karuan, pengen muntah dan pingsan. Apalagi pas berangkat lupa sarapan dan malah kehujanan.
Sebersit ide muncul di otak, salah satu anggota KKN ada yang tidak datang, dia anak ketintang, kenapa tidak aku pinjam saja ke dia. Masalah lain muncul, siapa yang bakalan nganter ke kosnya dia. Langsung saja chat ketua, dengan bahasa yang iba memohon bala bantuan. Sejurus kemudian chat di respon, syukur responnya sesuai harapan. Toleh kiri agak menengok kebelakang, cari arah pandangnya dan mulai, ayo kita kabur sebentar.
Tanpa peduli dengan spesies lain yang ada di ruangan, kabur saja untuk meminjam almamater pada dia. Meskipun anggota sekelompok mulai heboh melihat sang ketua aku boikot begitu saja, meninggalkan mereka tanpa pesan babibu. Peduli amat langsung saja kita keluar ruangan. Sialnya sandal yang aku pakai terlalu besar untuk ukuran kakiku yang mungil. Secepat apapun berjalan tak akan bisa menyamai langkah si ketua. Entah apa yang dia pikirkan. Raut wajahnya tak terbaca, namun sepertinya dia jengkel. Dia mulai bahas masalah begadang semalam. Ssst Man lupakan masalah begadang, sekarang kita mabil almamaternya. Dengan tertatih menuju parkir tempat motor, satu kali tarikan motor meluncur menuju kos untuk mengambil almamater. Di perjalanan aku yang gugup mulai gigit jempol tangan, udara masih dingin, sedingin sikap orang yang lagi boncengin aku. Bodoh amat, yang jelas almamater sudah di depan mata. Tidak akan ada lagi amarah karena tak berpakaian resmi. Semoga KKN tak semendebarkan ini
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar