Rabu, 09 November 2022

6 Tempat Bersejarah di Surabaya yang wajib dikunjungi minimal sekali seumur hidup


Selain terkenal dengan keberingasan jalan Ahmad Yani di 05.15, Surabaya juga terkenal dengan historinya yang sangat panjang. Tak hanya mengenai asal-usul kotanya yang menurut legenda berasal dari pertengkaran ikan hiu Sura dan Buaya dalam memperebutkan wilayah kekuasaan, namun juga sejarah dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Tak heran bila kota ini mendapat julukan kota Pahlwan. Ngomongin soal Pahlawan, tak lengkap rasanya bila kita tidak ikut membahas mengenai tempat-tempat bersejarah di Surabaya. Tempat yang menjadi saksi bisu perjuangan Arek Suroboyo dalam merebut kemerdekaan dari penjajah. Bagi sebagian orang mungkin sudah tak asing lagi dengan tempat-tempat berikut.

1.   Tugu Pahlawan dan Museum Sepuluh November

Bangunan yang berdiri pada luas area 1,3 hektar ini adalah sebuah bangunan bersejerah yang menjadi simbol perjuangan arek-arek Suroboyo sekaligus penghormatan bagi para pejuang Surabaya yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan. Tugu Pahlawan juga menjadi ikon kota Surabaya selain patung Sura dan Buaya. Tugu Pahlawan didirikan pada tanggal 10 November 1951 dan diresmikan setahun kemudian, tepatnya tanggal 10 November 1952 oleh Bapak Presiden pertama, Ir Soekarno. Pada tanggal 10 Nvember 1991 mulai dibangun Museum Sepuluh November dengan luas 1366 m2 pada kedalaman 7 meter di bawah permukaan tanah di areal Kompeks Tugu Pahlawan. Bangunan Museum ini diresmikan oleh Bapak Presiden keempat yaitu KH. Abdul Rahman Wachid. Di Museum 10 November ini kita bisa menemukan banyak sekali pengetahuan sejarah mengenai peristiwa 10 November dari diorama hingga info mengenai tokoh yang berjasa pada peristiwa ini. Ada juga info mengenai RS Simpang yang menjadi tempat dirawatnya para pejuang yang terluka maupun gugur akibat peristiwa 10 November. Lokasi Tugu Pahlawan ini berada di pusat kota sehingga mudah di jangkau dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Bangunannya sangat ikonik, memiliki lengkungan yang jumlahnya 10 dan dibagi menjadi 11 ruas sehingga pengunjung sudah bisa mengetahuinya dari jarak beberapa meter. Untuk kunjungan Museum 10 November dikenakan biaya Rp 5000 untuk umum.

 

2.   Museum Dr Soetomo

Pasti sudah tidak asing bukan dengan tokoh yang satu ini. Siapa yang tak kenal dengan Dr Soetomo atau yang dulu sewaktu kecil bernama Soebroto, salah satu tokoh pergerakan Indonesia. Beliau bersama Dr Wahidin Soedirohusodo, Soeradji Tirtonegoro dan Goenawan Mangoenkoesoemo mendirikan organisasi pergerakan pertama di Indonesia bernama Budi Utomo pada 20 Mei tahun 1908. Untuk selanjutnya setiap anggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Selain seorang tokoh pergerakan Nasional, Dr Soetomo juga seorang dokter hal ini bisa kita lihat di Museum Dr Soetomo Surabaya yang beralamat di jalan Bubutan No. 85-87 Kec. Bubutan, Kota Surabaya. Di museum ini di pamerkan beberapa peralatan medis yang digunakan oleh Dr Soetomo selama mengobati pasien semasa hidupnya. Sayangnya beliau meninggal pada usia 50 tahun pada 30 Mei 1938, 4 tahun setelah kepergian istrinya, akibat terkena penyakit kulit. Untuk mengenang jasa beliau nama Dr Soetomo kemudian dijadikan nama dari sebuah rumah sakit di Surabaya dan pada tanggal 27 Desember 1961 mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional. Jika ingin berziarah ke makam Dr Soetmo cukup berkunjung ke kompleks Pendopo Gedung Nasional Indonesia (GNI), lokasi makam berada di samping Museum dan di belakang Pendopo. Tiket masuknya gratis.

 

3.   Museum WR Soepratman

Museum ini berlokasi di jalan Mangga No 21 Kelurahan Tambak Sari Surabaya. Lokasi museumnya masuk ke gang kecil, namun jangan khawair ada petunjuk jalannya.  Museum ini dekat dengan taman 10 November, tepatnya sebelum masuk ke gang ada taman 10 November. Bangunan Museum ini merupakan rumah milik Kakak pertama WR Soepratman yang bernama Roekiyem Soepratijah, WR Soepratman tinggal di rumah tersebut pada tahun 1937 hingga beliau meninggal dunia pada 17 Agustus tahun 1938. Di sepanjang dinding Museum ini terpajang foto-foto WR Soepratman beserta keluarga dan teman dekat. Ada juga replika biola dan pakaian yang dikenakan oleh WR Soepratman pada saat Sumpah Pemuda II, untuk biola yang asli disimpan di salah satu ruang di Museum Sumpah Pemuda Jakarta. Ada juga lirik lagu Indonesia Raya versi 3 stansa yang tercetak di dinding belakang museum ini. Museum ini sangat bersih dan terawat, di halaman depan museum pengunjung bisa menjumpai patung WR Soepratman sedang bermain biola. Tiket masuk ke Museum ini gratis.

 

4.   Museum HOS Tjokroaminoto

Lokasi museum ini tidak jauh dari Museum Surabaya Siola. Tepatnya di jalan Peneleh Gg VII Kelurahan Peneleh Kecamatan Genteng Surabaya. Kira-kira kita hanya perlu berjalan sekitar 100 m dari muka gang. Selain sebagai tempat tinggal HOS Tjokroaminoto dan istri, museum ini juga menjadi saksi bisu perjuangan bangsa maupun lahirnya tokoh nasional. Di lantai 2 rumah ini dulunya sebagai tempat kos oleh tokoh-tokoh nasional seperti Tan Malaka, Semaun, Darsono, Alimin dan juga Bapak Presiden Soekarno. Foto beliau ini terpajang di dinding belakang, dekat tangga menuju lantai 2. Ada banyak koleksi sejarah di Museum ini tota ada 143 koleksi. Museum ini buka hari Selasa-Minggu, Senin tutup. Tiket masuknya gratis.

 

5.   Museum Surabaya Siola

Bangunan yang berada di jalan Tunjungan ini dahulunya adalah gedung yang dibangun oleh investor berkebangsaan Inggris bernama Robert Laidlaw. Pada awal pembangunan gedung ini rencananya akan dijadikan tempat bisnis. Robert Laidlaw menamakan gedung ini Het Engelsche Warenhuis. Robert Laidlaw sendiri adalah pengusaha teksil terbesar saat itu dan memiliki usaha bernama Whiteaway Laidlaw. Pada ahun 1935 masa kejayaan keluarga Laidlawa berakhir di bidang perdagangan, hal ini lantaran pemiliknya meninggal. Pada masa penjajahan Jepang toko ini dibeli oleh pengusaha asal Jepang dan namanya diganti menjadi Toko Chiyoda. Di toko ini banyak menjual tas dan koper yang sangat diminati pada masa itu. Setelah sekutu dating gedung ini menjadi tak berpenghuni. Pada tahun 1945 gedung ini digunakan sebagai tempat pertahanan masyarakat Surabaya untuk menghindari serangan sekutu. Pertempuran itu membuat pejuang membumi hanguskan gedung ini. Pada 1960 dilakukan renovasi dan namanya kembali diubah menjadi Toko Siola. Siola sendiri diambil dari nama kongsi pemiliknya antara lain Soemitro-Ing Wibisono-Ong-Liem-Ang. Toko Siola dibuka menjadi pusat perbelanjaan pertama di Surabaya. Sayangnya pada tahun 1998 Toko Siola terpaksa harus ditutup karena kalah saing dengan pusat perbelanjaan modern seperti Tunjungan Plaza, Pasar Atum, Pasar Turi dan Plaza Surabaya. Karena gedung ini tak pernah berhasil untuk dijadikan tempat usaha akhirnya gedung ini dikembalikan pada Pemkot Surabaya. Pada tahun 2015 gedung ini oleh Bu Risma dijadikan Museum Surabaya dengan koleksi ebih dari 1000 an benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan sejarah Surabaya. Untuk Museum Surabaya Siola sendiri berada di lantai 1 gedung Siola. Buka setiap Selasa-Minggu, namun untuk saat ini Museum Surabaya Siola diutup sementara karena dalam tahap perbaikan.

 

6.   Balai Pemuda

Gedung yang dibangun pada tahun 1907 dengan bergaya Eklesitisme yaitu Neo gothic, renaissance dan klasika romanika ini dahulunya bernama Simpang Societeit atau Simpang Club. Gedung yang digunakan untuk tempat bersenang-senang para elite Belanda atau tamu Eropa pada saat menduduki Surabaya. Mereka yang hobby bermain tennis, Billiard, Dansa atau Bermain Kartu akan berkumpul di Simpang Club. Pada tahun 1945 gedung ini dikuasai oleh Arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam PRI sekaligus merupakan markas Pemuda Arek-arek Suroboyo. Setelah melalui perlawanan yang sengit dengan pihak Belanda akhirnya Arek-arek Suroboyo terdesak mundur. Pada tahun 1950 gedung ini dikuasai oleh Penguasa Militer Provinsi Jawa Timur dan sebagai pelaksana penguasa militer adalah KMKB Surabaya. Tanggal 12 Desember 1957 Komandan KMKB menyerahkan gedung ini kepada Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Surabaya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya bekerjasama dengan Surabaya Tourism Promotional Board menjadikan gedung ini sebagai bangunan cagar budaya. Selanjutnya Pemerintah Daerah menggunakan gedung ini sebagai balai pertemuan umum (untuk pesta, rapat, seminar dan pameran) dan mengganti namanya menjadi Balai Pemuda. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar